Entah beliau tidur jam berapa semalam, saya pulang kuliah sudah cukup malam karena mengerjakan tugas yang sudah dikejar Deadline di Kampus. Malam itu saya mengeluarkan motor yang terparkir cukup dalam, dengan bantuan Pak Ari ditarik, didorong, sampai diangkat sedikit dan barulah bisa keluar motor saya. Lalu saya merogoh kantong untuk mencari recehan guna membayar jasa Pak Ari. Lalu menyadari, “astaga, recehan terakhir sudah terpakai untuk beli rokok sebatang tadi”. Baru teringat kalo uang di kantong tinggal 5 ribu, pas buat beli bensin motor yang sudah dari pagi tipis. Maklum anak kuliahan.
Alhasil, saya meminta maaf pada Pak Ari karena tidak punya uang lagi. Dengan bijaksana, Pak Ari tersenyum ramah dan ikhlas seolah memang dia tidak memungut bayaran atas jasanya itu. Lalu saya pun berterima kasih dan beranjak pulang.
Sesampainya di rumah, saya lihat jam sudah menunjukkan pukul 12 malam. “Wah sudah sangat malam, besok pagi harus ke kampus dan mengerjakan tugas lagi karena Deadline tinggal beberapa hari lagi, langsung tidur saja lah”, pikirku. Keesokan harinya, seperti biasa saya bangun jam 5 pagi untuk solat subuh. Karena tidur agak telat semalam, saya merasa sangat ngantuk, tapi mau bagaimana lagi, ada tugas yang harus saya kerjakan pagi ini. Mandi dan berangkatlah saya menuju Kampus lagi. ….Saat itu jam baru menunjukkan pukul setengah 6 pagi.
Jam 6 pagi saya sampai di Kampus dan langsung memarkir motor. Saya kaget, Pak Ari sudah ada diparkiran untuk membantu kendaraan yang mulai berdatangan. “Jam berapa dia tidur?”, pikirku. Lalu saya langsung masuk ke kelas dan mengerjakan tugas lagi.
Pada pukul jam 12 siang, saya keluar untuk makan siang dengan naik motor (yang lagi-lagi dibantu Pak Ari untuk mengeluarkannya). Karena lelah dan mengantuk, setelah makan siang saya numpang tidur di kamar kos teman saya. Kira-kira sekitar jam 5 sore saya kembali ke Kampus untuk mengerjakan tugas lagi, saat saya parkir motor Pak Ari pun masih berjaga di parkiran.
Saya pun langsung masuk kelas dan melanjutkan tugas lagi, kira-kira pukul 10 malam, saya menyudahi pengerjaan tugas saya untuk hari ini, “lanjut besok lagi saja”, pikirku. Saya pun nongkrong dulu di depan Kampus sambil ngobrol dengan teman-teman dan Pak Ari pun ikut nimbrung, karena lokasi nongkrong kami memang dekat parkiran motor. Sambil ngobrol-ngobrol, Pak Ari pun membantu mengeluarkan setiap motor mahasiswa yang ingin keluar. Aku berpikir, “apa dia tidak capek ya bekerja seharian dari pagi sampai jam segini”. Teman-teman saya pun kagum dengan pekerjaan Pak Ari, karena menurut mereka, Pak Ari ini selalu bersemangat dan komit pada pekerjaannya.
Perlu diketahui, seluruh uang parkir yang didapat Pak Ari disetornya ke ketua RW setempat, sebagai pemegang izin atas tempat parkir tersebut. Dari uang yang disetor tersebut Pak Ari hanya digaji 50 ribu rupiah per hari. Namun, tidak pernah kami mendengar dia mengeluh, tidak pernah kami melihat beliau menyungutkan wajah karena gajinya yang kecil dan pekerjaannya yang melelahkan. Bahkan yang kami lihat beliau selalu murah senyum, beliau terlihat sangat tegar dan sangat bersyukur terhadap pekerjaannya.
Saya berkata pada diri sendiri: “apa kira-kira yang memberi motivasi beliau sehingga beliau ikhlas dan sabar menjalani hidup dalam kondisi ekonomi yang sangat pas pas-an itu”? Saya tidak mendapat jawaban yang pasti, tapi yang pasti saya senang bisa kenal beliau. Saya mendapat pelajaran baru dalam hidup, yakni: bersyukur dengan yang kita punya. Bekerja keras itu harus, tapi hasilnya serahkan pada Sang Maha Pemberi Hidup.
Contributor/Author: Dede RR
Editor: Mandilla
Sumber Ilustrasi Gambar dari http://www.acicis.murdoch.edu.au/hi/claire_harding.html